Corat-coret

Minggu, 23 Juni 2013

Perspektif teks


Vision, Empathy, dan Focalization
Dalam mengkaji/menganalisis sebuah teks, perspektifisasi produsen teks akan telihat dari teks yang dibuatnya. Perspektifisasi yang dibangun produsen teks tersebut, jika diteliti dapat dibangun melalui tiga pendekatan yakni, vision, empathy, dan focalization. (1)Vision. Dalam memproduksi teks, produsen teks akan menghadirkan sebuah teks yang sejalan dengan sudut pandang ideologisnya. Dalam teks buatannya juga ia akan mengahadirkan ide pokok/ gagasan utama yang sejalan dengan pikirannya. (2) Empathy. Dalam bentuk teks yang dibuat seorang produsen teks, juga akan terlihat sejauh mana tingkat pengetahuan produsen teks terhadap informasi yang disampaikannya. Jika produsen teks menyajikan sebuah teks dengan informasi yang jelas dengan data yang banyak, maka pengetahuannya tentang teks tersebut juga banyak. (3) Focalization. Melalui sebuah teks, tingkat keterlibatan seorang perodusen teks juga akan telihat. Dari teks tersebut, pembaca atau pendengar dapat menilai apakah informasi yang disampaikan berasal dari sumber langsung maupun tidak langsung.
Dengan ketiga pendekatan (vision, empathy, dan focalization) itu, kita dapat menganalisis teks-teks berikut;
(1)   Budi menceraikan Wati hanya karena ingin menikahi teman kerjanya. Semua laki-laki memang brengsek!;
(2)   Hanya karena ingin menikah dengan teman kerjanya, Lelaki yang berasal dari Jakarta itu, katanya bernama Budi, menceraikan istrinya. Akhirnya kami bercerai;
(3)   Laki-laki brengsek itu lebih suka menceraikan aku daripada harus beristri dua. Padahal, tidak ada masalah bagiku dengan poligami.
Pada teks (1), dapat kita lihat sudut pandang produsen teks adalah sudut pandang perempuan, hal ini terlihat melalui kata-kata semua laki-laki memang brengsek!, sehingga teks tersebut terkesan memihak pihak istri. Tingkat pengetahuan produsen teks juga  cukup banyak, hal ini terlihat pada teks tersebut disebutkan nama Budi dan Wati, hanya tidak disebutkan nama teman kerjanya. Tingkat keterlibatannya tidak secara langsung terlibat, namun karena ia tahu banyak informasi, kemungkinan ia mengetahuinya dari sumber yang tahu banyak atau juga tahu secara langsung
Pada teks (2), sudut pandang yang dibangun adalah dari pihak yang tidak berpihak pada Budi maupun Wati, pengetahuannya terhadap teks yang disajikan juga kebenarannya kurang dapat dipertanggungjawabkan, terlihat dari kalimat katanya bernama Budi, produsen teks juga tidak tahu siapa nama istri Budi. Dari tingkat keterlibatannya, produsen teks tidak mendapatkan informasi secara langsung, dengan kata lain ia mendapatkan informasi itu dari orang lain yang terlebih dahulu mengetahuinya.
Pada teks (3), terlihat jelas bahwa teks tersebut dibuat dari pihak terlibat, sehingga yang sudut pandang yang dibangun adalah sudut pandang orang pertama, terlihat dari kata-kata menceraikan aku. Karena dibangun oleh pihak yang terlibat, dalam hal ini istri yang diceraikan, maka ia tahu persis apa yang dirasakannya, namun kata laki-laki itu bukan dianggap ia tidak mempunyai informasi lebih tentang lelaki yang diceraikannya melainkan ia pasti ada faktor internal yang mempengaruhinya.

Argumentasi


Ethos, Phatos, dan Logos
Sejalan dengan apa yang dikatakan Aristoteles, dalam berargumentasi hal yang harus diperhatikan adalah; Pertama,  ethos (kredibilitas). Seorang argumentator harus menunjukkan ethos atau kredibilitas dalam dirinya, tujuannya adalah untuk meyakinkan mendengar ataupun pembaca bahwa apa yang kita ungkapkan layak di dengar maupun dibaca, karena salah satu masalah argumentasi adalah bagaimana kita berusaha memunculkan kesan pembaca maupun pendengar bahwa argumentator adalah orang yang pantas untuk menyampaikan pesan tersebut. Misalnya, Adi adalah seorang mahasiswa yang menjadi pembicara dalam sebuah acara seminar nasional di sebuah universitas. Adi menyampaikan isi seminar tentang lingkungan dan ingin mempengaruhi peserta seminar untuk ikut menjadi relawan lingkungan sebuah LSM yang ia ketuai. Ketika Adi berbicara di depan peserta seminar yang notabenenya adalah sesama mahasiswa, maka hal pertama yang harus ia bangun adalah ethos dalam dirinya, sehingga mahasiswa lainnya menganggap bahwa ia pantas berbicara dihadapan mereka. Hal yang dilakukan misalnya menunjukkan apa saja yang telah ia perbuat untuk lingkungan, sebesar apa perannya dalam LSM yang dinaunginya, prestasi yang pernah dibuatnya, dan lainnya. Jika Adi berhasil membangun ethos dalam dirinya, maka peserta seminarpun akan mengikuti seminar itu dengan baik, namun jika sebaliknya yang terjadi adalah berkurang satu persatu mahasiswa yang hadir dalam seminar tersebut, atau lebih parah lagi adalah mahasiswa yang datang tidak mempedulikan pesan yang disampaikan dan hanya mengharapkan sertifikat yang akan diberikan di akhir acara seminar.
Kedua, phatos (emosional). Hal lain yang harus diperhatikan oleh seorang argumentator dalam menyampaikan pesannya adalah bagaimana pesan tersebut mampu memunculkan emosi pendengar maupun pembacanya. Emosi yang mampu dibangun oleh seorang argumentator akan mempengaruhi sikap pendengar maupun pembaca dalam menilai pesan yang disampaikan. Untuk membangun phatos/ emosional pendengar maupun pembaca, hal yang penting harus diperhatikan adalah pemilihan bahasa yang digunakan, misalnya menggunakan bahasa yang mampu memunculkan sikap simpati, empati, dan lainnya.  Contohnya, ketika Adi telah berhasil membangun pathos dalam dirinya sebagai pembicara dihadapan sesama mahasiswa dan dianggap pantas menjadi pembicara, untuk mengajak mahasiswa agar mau menjadi relawan hal lain yang harus dilakukan adalah membangun emosi peserta seminar yang datang, misalnya menampilkan kondisi lingkungan saat ini, memperlihatkan dampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi, diperkuat dengan penjelasan yang baik, tujuannya adalah memunculkan sikap simpati dan empati pendengar sehingga pendengar tergerak dengan sendirinya dan merasa perlu untuk menjadi relawan di LSM tersebut.
Ketiga, logos (logis). Ketika seorang argumentator menyampaikan sebuah pesan, hal krusial yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana pesan tersebut mampu dipertanggungjawabkan. Hal ini kemudian yang membuat ‘alasan’ sebuah pesan menjadi penting ketika ingin mempengaruhi pikiran orang lain untuk menerima atau menolak apa yang argumentator sampaikan. Penerimaan dan penolakan seseorang terhadap pesan didukung dari apakah hal tersebut logis dan sejalan dengan pikirannya ataupun tidak, dalam hal ini jika argumentator mampu membuat pernyataan yang logis dan mampu dipertanggungjawabkan kemungkinan besar dapat mengubah apa yang telah menjadi stigma pembaca maupun pendengar, dan ketika hal itu terjadi maka argumentasi yang disampaikan dikatakan telah berhasil. Misalnya, ketika Adi mengajak mahasiswa untuk menjadi relawan, Adi menyampaikan misi-misi LSM yang menaunginya untuk memperkuat argumen yang disampaikan. Misi-misi yang disampaikan dengan jelas, lugas, dan penuh ketegasan, sehingga dapat dijadikan alasan-alasan kuat yang mengubah stigma negatif pendengar terhadap apa yang disampaikan Adi.

Sabtu, 22 Juni 2013

Masak-masak

Kalau akhir pekan gak punya teman yang diajak jalan dan gak punya ongkos buat jalan2, enaknya ngapain ya? Hemm masak! Ya, selain mengirit pengeluaran dengan makan di luar, masakan sendiri itu lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya, dan akan ada kepuasan tersendiri loh friend...
Oke, aku mau berbagi sedikit resep yang cucok kamu masak kalau liburan begini. Resep ini salah satu masakan favoritku loh, sederhana tapi maknyus!."Sayur Santan dengan Tahu, dan Cumi Cabai Hijau dengan Saus Tiram", Monggo diperhatikan baik-baik ya sob! So simpel, so nyummy

SAYUR SANTAN DENGAN TAHU
Bahan-bahan
5 siung bawang merah + putih iris halus
5 buah cabai hijau besar + 5 buah cabai rawit iris halus
Sedikit lengkuas iris tipis
5 potong tahu kulit coklat
1ikat kecil kacang panjang, iris kasar dan daun melinjo untuk tambahan
1 sdm garam dan gula merah secukupnya sesuai selera
perasan santan dari 1/2 parutan kelapa, peras 3 kali, pisahkan santan kental dan santan cairnya

Langkah-langkah
Panaskan minyak secukupnya lalu tumis bawang merah dan putih sampai harum. Setelah harum, masukkan ;lengkuas, cabai hijau dan rawit aduk hingga sedikit layu. Setelah sedikit layu masukan garam, dan gula merah yang telah disiapkan tambah dengan sedikit santan cair yang ada, aduk sebentar lalu masukkan tahu dan sayuran hingga bumbu tercampur rata. Terakhir, masukkan seluruh santan cair tunggu hingga santan mendidih hingga sayuran sedikit matang, lalu masukkan santan kental dan tunggu beberapa menit hingga mendidih dengan rata, tunggu hingga sayuran benar-benar matang sempurna.
Sajikan selagi panas (untuk 3-5 orang).

CUMI CABAI HIJAU DENGAN SAUS TIRAM

Bahan-bahan
5 siung bawang merah + putih iris halus

5 buah cabai hijau besar + 5 buah cabai rawit iris halus
Sedikit lengkuas iris tipis
1/4 kilo cumi asin
Kecap manis secukupnya (sesuai selera)
1 sdm garam dan 1/2 sdm gula pasir (sesuai selera)
1 bungkus saus tiram siap pakai

Langkah-langkah
Panaskan minyak secukupnya lalu tumis bawang merah dan putih sampai harum. Setelah harum, masukkan ;lengkuas, cabai hijau dan rawit aduk hingga sedikit layu.Setelah sedikit layu masukan garam, dan gula lalu aduk sebentar. Masukkan cumi asin, lalu aduk bumbu hingga rata, tambah sedikit air hingga rata-rata tinggi cumi dalam wajan, tambah kecap manis secukupnya, lalu tunggu hingga air berkurang setengah, masukkan saus tiram dan aduk hingga air berkurang agak asat, namun jangan sampai air kering.
Sajikan dengan nasi putih dan sayur santan dengan tahu (untuk 3-5 orang).

Jumat, 21 Juni 2013

Kebahagiaan

Titik kebahagiaan orang itu berbeda-beda. Semua orang memiliki 1 titik pencapaian menuju 'kebahagiaan' yang mereka butuhkan. Orang miskin mungkin ingin kaya untuk bisa bahagia, orang bodoh ingin pandai untuk kebahagiaannya, dan lainnya. Namun pernahkan kita merumuskan hal-hal yang bisa membuat kita bahagia? Atau pernahkah kita menulis hal-hal yang pernah membuat kita bahagia? Sedikit kemungkinan jawaban 'ya' yang kita jawab. 
Sesungguhnya jika kita peka, banyak hal 'penting yang kita sia-siakan, kemudian menyesal karena merasa tidak melakukan apapun diakhir hidup kita. So, coba kita mulai berpikir tidak hanya pada esok atau hari ini, or just thinking about 'What I want? and What I need?'. Tapi berpikir tentang bagaimana kita dalam pandangan orang lain, karena buat saya ketika kebahagiaan itu datang dan terlewati, atau akan tercapai ketika ada 'orang lain' yang menyertai itu semua.
Teman yang peduli, orang tua yang perhatian, adik dan kakak yang asik, dan semuanya... bahkan hal-hal terburuk yang pernah kita lewati itu sesungguhnya menjadi titik baru untuk kita menemukan kebahagiaan baru. 
Saya bukan hari esok, bukan hari ini atau masa lampau.... Saya hanyalah saya, takan ada saya tanpa anda disini untuk kebahagiaan saya.

Kamis, 20 Juni 2013

Tentang Kamu

Biarkan aku tetap jadi matahari yang mengamatimu. Biarkan aku jadi semut kecil di antara seribu langkahmu, dan menikmati manisnya senyumanmu. Biarkan aku jadi lagu sumbang yang tak pernah didengarmu, hingga aku menunggu merdunya suaramu. Biarkan... biarkan aku bahagia dalam persembunyianku.
Biarkan kau tak mendengar detup jangtungku mengatakan kau yang teristimewa. Biarkan aku menunggu, bukan dalam kebimbangan, bukan untuk satu harapan. Menunggu untuk tau kau ada, dan baik-baik saja.
Di sini, dalam ketidaktahuanmu, biarkan aku memujamu...

Rabu, 19 Juni 2013

Casper Masa Kini

Ini memang bukan hobiku mengangkat masalah politik. Berhubung sekarang itu lagi musim ParPol pada CaPer (Cari Perhatian) menjelang pemilu ya mudah2n tulisan ini sedikit menghibur anda yang jenuh atau teman anda minum kopi sambil makan biskuit. Politik dan orang-orangnya itu buatku gak lebih dari sekumpulan orang yang bermain lakon di atas panggung raksasa gedung parlemen! Makin punya peran, makin dapet julukan 'Best Actor'. Oke, usiaku 20 tahun. Mungkin tahun depan adalah tahun pertama buatku milih 'mereka', jujur aja yang akan kulakukan adalah menutup mata sambil tang ting tung pilih yang beruntung. Haha itu mungkin salah satu kegiatan yang paling buang-buang waktu yang akan kulakukan seumur hidup. Hem... Entahlah mungkin aku ini satu dari sekian ratus juta kepala yang mengalami krisis kepercayaan sama "Hantu Politik itu", kenapa aku bilang Hantu? ya Hantu, Hantu dengan 'H' besar. Perlu kamu tau, hantu baik itu hanya ada di kartun jadul 'Casper', yang namanya hantu itu ya = Syaiton, alias tugasnya menyesatkan orang-orang/ umat manusia. Mereka itu Casper masa kini, yang udah bosen ditindas mulu, dan mulai nyusun strategi buat menang, mereka punya seribu strategi buat nipu kita!. Hahaha. That's My Opinion, You? What your Choice?. Ketawa aja, jangan masukin ke hati. Oke.

Senin, 17 Juni 2013

Takut?

Ga ada yang nyangka.... atau, ga ada yang sadar? Ketakutan itu, hanya stigma sesaat yang datangnya dari diri sendiri. Kamu takut, kamu kalah pada dirimu sendiri.
Kenapa gak ada yang pernah berpikir untuk takut pada ketakutan itu?
Kamu yang bisa jawab!

Minggu, 16 Juni 2013

None 2

Masih tentang si None. Tentang cintanya yang tak pernah mampu dijelaskan. Tentang dirinya yang tak mampu dideskripsikan. Tentang dia dan kehidupannya yang tak terlukiskan oleh tokoh lain, maupun dirinya sendiri. Hingga ketika ia mengatakan "cinta datanglah, aku butuh makan" maka cintanya datang tanpa wujud, tanpa apapun... Ia hanya akan bahagia.
None, hidup yang hidup. Hidup tanpa perlu tau apa itu hidup. Cinta tanpa tau apa yang dia cinta, cinta yang dibutuhkannya. Kebutaan, Ketulian, Kebisuan tanpa siapapun. Cinta menurutnya tak butuh definisi, tak butuh fisik, hanya rasa, dan kebutuhannya.
None tak pernah belajar apa lagi ingin belajar. Ia hanya hidup dalam hidupnya sendiri. Hanya ada dalam keberadaannya, hanya tau tanpa mencari tau. Ialah inti dari dirinya sendiri. 
Sebuah inti tak perlu bukti, tak dicari, ia ada dan tetap ada.
CINTA YANG ADA DALAM DIRINYA, sesuatu yang tak perlu usaha untuk membuktikan bahwa ia ada, ia butuh, ia cinta.

None 1

Sebuah cerita dari negeri yang tak pernah ada.
None nama tokoh dari cerita ini. Ia tidak tahu, apakah ia laki-laki atau perempuan, atau bukan keduanya. None tak punya keluarga, tak punya kawan, tak punya siapa-siapa. Ia senang bermain di ruang hampa, tanpa angin tanpa udara.
Ini cerita tentang None yang jatuh cinta, pada siapa yang bahkan ia tak mengetahuinya. Ia hanya tahu bahwa dia jatuh cinta. Cinta buatnya adalah sesuatu yang bisa dimakannya, tapi bukan makanan pada umumnya. None juga bukan monster yang makan sejenisnya. Ya, sejenisnya, ia juga tidak tahu ia bagian dari jenis apa.

Analisis Novel Jalan Tak Ada Ujung: Mochtar Lubis


 Yang minat monggo dibaca

Penilaian Sosial Tokoh Utama terhadap Kekerasan dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung
Teori Penilaian Sosial
Sherif & Hovland (1961) mencoba menggabungkan sudut pandang psikologi, sosiologi dan antropologi dalam teorinya ini. Dalil yang dasar dari teorinya adalah bahwa orang membentuk situasi yang penting untuk dirinya, jadi, tidak ditentukan oleh situasi.
Pembentukan situasi ini mencakup faktor-faktor intern (sikap, emosi, motif, pengaruh pengalaman masa lampau dan sebagainya), maupun eksternal (obyek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dari faktor-faktor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan (frame of reference) dari setiap perilaku.
Kerangka acuan yang dimaksud sheriff bukanlah dalam artinya yang abstrak (seperti norma-norma, idelisme, dan lain-lain) akan tetapi dalam arti kongkrit, yang khusus menyangkut satu perilaku tertentu pada waktu dan tempat tertentu.
Perilaku disini bukannya disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor internal  dan ekternal tersebut, melainkan perilaku itu akan mengikuti pola-pola tertentu yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut.
Interaksi antara faktor-faktor internal dan eksternal sejalan dengan teori kognitif dan teori lapangan. Jika kondisi stimulus meragukan atau tidak jelas padahal motivasi cukup kuat, maka faktor-faktor internal akan lebih berpengaruh. Sebaliknya, jika faktor motif yang kuat, padahal stimulusnya jelas, maka faktor luar yang lebih pengaruh.
Dalam kerangka rujukan ini, menurut Sherif ada patokan-patokan tertentu (anchors) yang menjadi pedoman perilaku. Patokan-patokan inilah yang dianalisis oleh sheriff dalam teorinya dan dicari sejauh mana pengaruhnya terhadap penilaian sosial yang dilakukan oleh individu.
Sherif dan Hovland juga mengatakan bahwa ada dua perbedaan antara penilaian terhadap situasi fisik yang bersifat objektif dengan sikap. Dalam sikap, individu sudah membawa klasifikasinya sendiri dalam menilai suatu objek dan ini mempengaruhi penerimaan atau penolakan individu terhadap objek tersebut. Kedua, penilaian sosial (sikap) berbeda-beda dari satu individu ke individu yang lain, padahal dalam penilaian fisik tidak terdapat variasi yang terlalu besar.
Jika seorang individu melibatkan dirinya sendiri dalam situasi yang dinilainya sendiri, maka ia akan menjadikan dirinya sendiri sebagai patokan. Hanya hal-hal yang dekat dengan posisinya mau diterimanya.
Makin terlibat individu itu, maka ambang penerimaannya makin tinggi dan makin sedikit hal-hal yang mau diterimanya. Asimilasi jadi makin kurang. Sebaliknya, ambang penolakan makin rendah, sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bisa diterimanya. Hal ini makin terasa jika individu diperbolehkan menggunakan patokan-patokannya sendiri seberapa banyak-pun dia anggap perlu.
Pada tokoh Guru Isa, situasi yang diciptakan sebagian besar adalah (1) takut, hal menjadi titik awal penilaian sosialnya terhadap kekerasan. Ia tidak dipengaruhi kondisi saat itu, dimana semangat perjuangan revolusi orang-orang sedang berapi-api berjuang mempertahankan kemerdekaan, ia tetap pada penilaiannya.
Hal yang mempengaruhi sikap sosial Guru Isa terhadap kekerasan ialah faktor intern yakni oleh masa lalunya sendiri, (2) masa kanak-kanaknya ia tidak pernah melukai dan dilukai orang lain, ditambah faktor ekstern (3) ketika ia mengingat dengan kekejaman yang dilakukan orang-orang jepang yang membuat ia tidak percaya pada kekerasan..
(1)   Baru hari itu ia melihat muka dengan segi-segi keras dan tajam dari revolusi. Penumpahan darah. Darah manusia. Guru Isa ia akan terluka hatinya, jika dikatakan padanya, bahwa perasaan yang dirasanya adalah rasa takut. Tetapi pada dirinya sendiri ia tidak hendak mengakui, bahwa dia takut.
(2)   Semenjak dia melewati masa kanak-kanak yang suka berkelahi, maka Guru Isa selama hidupnya tidak pernah memakai kekerasan terhadap orang lain. Atau mengalami dirinya ditundukkan dengan kekerasan badan oleh orang lain. Tinjunya tidak pernah dikepalkan untuk memukul orang. Dan tinju orang tidak pernah memukul biru di kulit mukanya. Guru Isa sungguh-sungguh manusia damai. Manusia penyuka damai dan penerima damai.
(3)   Guru Isa tidak percaya pada kekerasan. Karena itu beberapa tahun ini perlahan timbul kekacauan sedikit dlam pandangan hidupnya. Kekerasan yang dipertunjukkan orang-orang jepang amat melukai perasaannya.
Penolakannya terhadap kekerasan tidak semata-mata idealisme dan norma yang ia bangun sendiri kedua faktor (ekstern dan intern) lah yang menumbuhkan sikap negatifnya terhadap kekerasan. Ditambah kondisi saat itu, ketika ia melihat kekerasan terjadi dimana-mana (4) kekerasan yang dilakukan ubel-ubel, (5) maupun yang dilakukan pribumi sendiri, ketika Rakhmat menceritakan kekerasan dan kekejaman yang dilakukan Ontong. Ia tidak kuasa melihat kedua-duanya. Ia akan merasa takut, bukti penolakannya terhadap kekerasan yang dilakukan. Dan faktor ekstern-lah yang mendominasi penilaiannya terhadap kekerasan itu, karena pengalaman-pengalaman yang ia temui di masa itu.
(4)   Isa tidak bisa melukiskan perasaannya, ketika dia berpaling kembali, dan melihat serdadu-serdadu india melumpat ke jalan dari truk, perasaannya kosong. Terutama perutnya. Dan dadanya terasa sedikit sesak. Sekarang bukan karena berlari keras, tetapi karena menahan perasaan hatinya.
(5)   “Kejam. Itu tidak boleh,” katanya. Suaranya gemetar bukan karena marah tetapi karena takut. Karena takut. Bukan amarah yang timbul dalam hatinya mendengar cerita kejam itu, hanya takut, dan takut, dan takut.
Guru Isa selalu punya alasan atas penolakan-penolakannya terhadap kekerasan, inilah klasisifikasi yang dibangunnya, yakni, (6) bahwa ia adalah seorang guru, ia juga menganggap kekerasan itu adalah pekerjaan orang kasar dan orang biadab, ia menganggap cinta pada tanah air itu tidak harus dibela dengan darah, revolusi tidak harus ditanggapi dengan kekerasan.
(6)   “dalam revolusi ini,” dia menyusun pikirannya, “banyak orang terpaksa melakukan rolnya yang acapkali tidak dikehendakinya. “sekarang bertambah jelas baginya, terutama kedudukannya sendiri.” Sekarang bertambah jelas baginya, terutama kedudukannya sendiri. “Engkau lihat, aku seorang Guru. Aku tidak suka pada kekerasan. Semenjak dahulu aku tidak pernah berkelahi. Aku benci berkelahi. Aku anggap berkelahi pekerjaan kasar dan orang biadab. Tetapi mereka pilih aku menjadi salah seorang pemimpin, pemimpin perjuangan. Ini rol aku tidak suka pegang. Tetapi aku terima. Engkau tahu mengapa aku terima? Bukan karena semangat revolusiku berapi-api, semangat cinta tanah airku berapi-api – aku memang cinta tanah air, tetapi dalam darahku tidak ada atau belum ada itu tradisi yang mendorong aku berkorban darah dan jiwa untuk tanah air – untuk ini aku belum pernah hidup dalam tanah air yang mesti dibela dengan darah
Berkenaan dengan perinsip terakhir yang mengatakan bahwa semakin terlibat maka semakin sedikit hal yang bisa diterima individu, juga terlihat ketika Guru Isa makin terlibat dengan kekerasan itu justru ia semakin menjauh, dan tak mau terlibat lagi. (7) seperti ketika ia terlibat langsung dalam pelemparan granat yang dilakukan Hazil dan Rakhmat, justru ia semakin tak mau terlibat.
(7)   Saya tidak pernah akan mau ikut lagi, katanya pada diri sendiri, saya tidak mau ikut lagi, katanya berulang-ulang, tidak mau lagi. Tidak mau lagi.
Guru Isa dianggap memang memiliki penilainan sendiri mengenai kekerasan, tepatnya revolusi yang dianggap dekat dengan kekerasan. Guru Isa memiliki pendangan lain tentang revolusi, menurutnya cinta tanah air bukan ditunjukkan dengan kekerasan. Tokoh Guru Isa konsisten dengan perinsip yang dibuatnya, dengan penilaiannya terhadap kekerasan, dari awal hingga akhir meskipin dalam keadaan terdesak dan terpaksa terlibat, dia tetap menolak kekerasan itu sendiri.

Guru Isa dianggap memang memiliki penilainan sendiri mengenai kekerasan, tepatnya revolusi yang dianggap dekat dengan kekerasan. Guru Isa memiliki pendangan lain tentang revolusi, menurutnya cinta tanah air bukan ditunjukkan dengan kekerasan. Tokoh Guru Isa konsisten dengan perinsip yang dibuatnya, dengan penilaiannya terhadap kekerasan, dari awal hingga akhir meskipun dalam keadaan terdesak dan terpaksa terlibat, dia tetap menolak kekerasan itu sendiri.


Daftar Bacaan
Lubis, Moctar. 2010. Jalan Tak Ada Ujung. Jakarta: Yayasan Putstaka Obor Indonesia
E Shaw, Marvin, Philip R. Costanzo. Theories of Sosial Psychology. Disadur Sarwono, Sarlito Wirawa.  1984. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: C.V Rajawali




Sabtu, 15 Juni 2013

MGP

Kalau kamu salah seorang yang menyukai atau mau belajar menyukai dan menikmati balap motor Moto Gp, saya punya tips:
1. Jangan nonton sendirian, apalagi kalau kamu belum mengerti siapa saja pembalapnya.
2. Ajak teman yang benar-benar mengerti tontonan ini, biar kamu bisa kebawa asik
3. Pastikan menonton jangan dibarengi kegiatan lain, tontonan ini menuntut kamu untuk bisa fokus
4. Siapkan minum dan makanan yang cukup, karena kalau sudah kebawa asik, kamu ga bakal sempat  ambil minum, apalagi makan (bisa buat kamu sakit)
5. Jadilah penonton objektif, kalau pembalap yang bukan kamu idolakan menang ya terima-terima aja, jangan frustasi. Jangan seperti para fanatik boy band! Gak jadi konser langsung cari obat nyamuk (nyambung gak ya?)

Manfaat tontonan ini,
1. Melatih kefokusan (Konsentrasiiiiiii)
2. Melatih kamu berpikir realistis "Yang berusaha yang akan menang", jangan kebanyakan nonton sinema yang membuat kamu jadi banyak berkhayal  punya pacar ganteng/cantik kaya di film itu! (...)
3. Melatih untuk bersikap sportif! (Ayo semangat!)
4. Pembalapnya ganteng-ganteng, buat cewek lumayan lah buat refreshing... (hehehe)

Yaa... mungkin ada manfaatnya postingan ini, kalau kamu cewek/cowok yang mau PDKT sama penggemar MGP mungkin bisa jadi rujukan untuk mendekati doi lewat hobinya.

Ambang batas

Berharap titik 'nol' menjauh. Ini aku yang berada di ambang titik nol-ku. Titik di mana aku merasa perlu mere-charge semuanya, ya... dengan cara apapun! Aku berharap semuanya cepat kembali di titik terbaik asal jangan 'nol'. Mungkin tidur akan mengembalikan energiku.
UNTUK HARI ESOK YANG TAK PERNAH KU TAHU

1=1

Oke, kita lihat kemana arah semua ini! Tugas-tugas yang menumpuk? Pekerjaan yang belum terselesaikan? Apa akhir dari semua ini?... Kematian? bukan, kematian itu adalah kehidupan baru jika kita meyakininya, lalu apa yang kita takutkan?. Buatku, perjuangan adalah perjuangan, hidup adalah hidup, mati adalah mati, dan kita adalah kita. 1=1 dan definisi adalah pengertian definisi itu sendiri. Jalani saja apa yang sedang berjalalan. Nikmati, Resapi, Pelajari. Siapa yang tahu esok? hanya Yang Maha Tahu.

Cermin masa lalu

Pernahkan orang berpikir tentang masa lalu? mungkin banyak orang melakukannya. Ya, masa lalu memang ibarat cermin, kita berkaca padanya, apakah kini kita lebih baik dari masa itu atau tidak. Namun untuk sebagian orang masa lalu adalah momok mengerikan yang segera ingin dilupakannya, misalnya untuk orang-orang korban perang, atau orang-orang yang pernah mengalami kekerasan fisik maupun batinnya.
Kalau menurut hemat saya, melupakan masa lalu itu suatu pekerjaan sia-sia. Memori adalah memori, dan itu menjadi bagian dari hidup kita. Kita hidup di masa kini adalah ketika kita melewati masa lalu itu. Artinya adalah masa kini adalah bagian dari masa lalu yang kelam ataupun menyenangkan. Ibarat kita hidup dalam lingkaran besar yang ketika kita melewati satu masa sebenarnya suatu saat kita melewati masa yang sama mungkin di waktu yang berbeda.
Hidup kita adalah bagian dari kehidupan itu sendiri...

Jumat, 14 Juni 2013

Pekerjaan yang terabaikan

Di sini pekerjaan, di sana pekerjaan. Ketika semua selesai, apa ini akan benar-benar selesai?  Mybe no... Mungkin akan ada pekerjaan-pekerjaan lain,  yang terselesaikan dan terabaikan. This is "LIFE"

Tulisan pertama

Ini kala pertamaku membuat blog, semoga ini bisa menjadi lahanku menyalurkan ide-ideku sendiri, bukan ide orang lain. Memang tidak menafikkan bahwa ide yang muncul itu representasi ide orang lain, tapi buatku ga ada ide yang lebih baik daripada ide sendiri, tepatnya ide orang yang di aplikasikan berdasarkan pengalaman pribadi, dan setiap orang punya pengalamannya masing-masing.